Pada hari Rabu, 26 Februari 2025, Ketua Umum Pemuda Pancasila (PP), Japto Soerjosoemarno, hadir di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Pemeriksaan ini berkaitan dengan kasus gratifikasi yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari. Japto tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 09.27 WIB dan tampak berpakaian rapi dengan kemeja batik dan jaket. Meskipun dikawal oleh tim hukumnya, Japto tidak banyak memberikan komentar kepada wartawan dan meminta semua pertanyaan ditanggapi di dalam gedung.
Sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi, KPK telah memanggil Japto untuk diperiksa terkait kasus gratifikasi mantan Bupati Kutai Kartanegara. Dalam beberapa pekan terakhir, KPK juga telah melakukan penyitaan aset milik Japto, termasuk 11 mobil mewah dan uang tunai senilai Rp56 miliar. Penyitaan ini dilakukan setelah KPK menggeledah kediaman Japto di Jakarta Selatan. Mobil-mobil tersebut berasal dari merek-merek ternama seperti Jeep Gladiator Rubicon, Landrover Defender, Toyota Land Cruiser, dan Mercedes-Benz. Selain itu, dokumen-dokumen penting dan barang bukti elektronik juga disita oleh penyidik.
Sekretaris Jenderal PP, Arif Rahman, menyatakan bahwa Ketua Umumnya akan hadir memenuhi panggilan KPK sebagai wujud ketaatan terhadap hukum. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengonfirmasi bahwa Japto akan diperiksa pada tanggal yang telah ditentukan. Hal ini menunjukkan komitmen KPK dalam menindaklanjuti setiap informasi yang diterima dan memastikan proses hukum berjalan dengan baik.
Kehadiran Japto di KPK mencerminkan langkah-langkah serius yang diambil oleh lembaga antirasuah dalam memerangi korupsi. Penyidikan yang dilakukan tidak hanya fokus pada individu yang terlibat secara langsung, tetapi juga mencakup pihak-pihak yang memiliki hubungan dengan kasus tersebut. Dengan demikian, KPK berharap dapat mengungkap lebih banyak informasi dan membawa para pelaku ke pengadilan. Langkah ini juga menjadi pesan kuat bagi semua pihak bahwa tidak ada yang bisa menghindar dari hukum, terlepas dari jabatan atau status sosial mereka.