Presiden Prabowo Subianto baru saja meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) di Istana Kepresidenan Jakarta. Inisiatif ini mendapat respons bermacam-macam dari masyarakat, terutama dari kalangan ekonomi-politik. Pemerhati Ekonomi-Politik Arif Mirdjaja mengekspresikan keprihatinannya mengenai potensi sentralisasi kapital dan risiko korupsi yang dapat ditimbulkan oleh lembaga ini. Menurutnya, revisi UU BUMN yang mendasari pembentukan Danantara dapat menyebabkan hilangnya akses daerah terhadap distribusi kapital serta menciptakan lingkungan yang kondusif bagi praktik korupsi.
Arif Mirdjaja menyoroti bahwa pembentukan Danantara berpotensi menjadi wadah untuk sentralisasi kapital yang signifikan. Dia memperkirakan bahwa jumlah total aset yang akan dikendalikan oleh lembaga ini mencapai Rp15.000 triliun, yang seharusnya dikuasai oleh negara sesuai dengan UUD 1945. Sentralisasi ini dapat mengganggu akses daerah dalam mendistribusikan modal penting.
Lebih lanjut, Arif menjelaskan bahwa sentralisasi kapital dapat melemahkan posisi daerah dalam pengelolaan produksi strategis. Hal ini juga berpotensi meredam fungsi kontrol daerah atas pusat, yang merupakan prinsip dasar demokrasi. Sebagai contoh, jika semua telur ditaruh dalam satu keranjang dan keranjang tersebut jatuh, maka semua telur akan pecah. Situasi serupa bisa terjadi jika seluruh sumber daya disentralisasi dalam satu entitas. Ini dapat berdampak buruk pada stabilitas ekonomi nasional dan regional.
Kekhawatiran lain yang disampaikan oleh Arif adalah potensi korupsi besar yang dapat ditimbulkan oleh Danantara. Revisi UU BUMN yang menyatakan bahwa kerugian BUMN tidak lagi dianggap sebagai kerugian negara menciptakan celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Arif menggambarkan situasi ini sebagai bentuk impunitas bagi para calon koruptor.
Menurut Arif, ketentuan ini dapat membuat Danantara menjadi tempat aman bagi praktik-praktik korupsi yang terlegitimasi secara hukum. Dia menekankan pentingnya mitigasi dan litigasi untuk menghindari dampak negatif dari dua kekhawatiran utama ini. Tanpa tindakan pencegahan yang kuat, potensi korupsi dan impunitas ini dapat merusak integritas sistem keuangan dan perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, langkah-langkah proaktif perlu diambil untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam operasional Danantara.