Dalam acara yang mengejutkan, pertemuan para menteri luar negeri G20 di Afrika Selatan berlangsung tanpa sesi foto keluarga. Pertemuan ini diselenggarakan di Pusat Rekreasi Nasional (NASREC) di Johannesburg pada 21 Februari 2025. Para pejabat menjelaskan bahwa keterbatasan waktu menjadi alasan utama tidak adanya foto bersama. Namun, beberapa laporan juga menyebutkan bahwa ketegangan politik antara negara-negara peserta mungkin berperan dalam keputusan tersebut.
Pada hari Jumat, 21 Februari 2025, di kota Johannesburg yang penuh dengan sejarah, para menteri luar negeri dari 20 negara berkumpul untuk membahas isu-isu global penting. Acara ini berlangsung selama dua hari di Pusat Rekreasi Nasional (NASREC), namun perhatian tertuju pada absennya sesi foto bersama. Zane Dangor, direktur jenderal Departemen Hubungan dan Kerja Sama Internasional Afrika Selatan, menjelaskan bahwa penyebabnya adalah "keterbatasan waktu". Menurutnya, pertemuan berlangsung hingga larut malam, menciptakan rasa urgensi yang mengakibatkan pembatalan sesi foto.
Berbagai media lokal melaporkan bahwa beberapa menteri luar negeri, termasuk dari Inggris, Prancis, dan Jerman, enggan difoto bersama Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov. Hal ini diduga terkait dengan ketidaksetujuan mereka atas sikap Rusia dalam konflik Ukraina. Sebagai contoh, Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy menyatakan keraguan tentang niat Rusia untuk mencapai perdamaian setelah pidato Lavrov. Dia mencatat bahwa Lavrov meninggalkan ruangan saat gilirannya tiba untuk berbicara.
Pertemuan ini dianggap penting karena mendahului negosiasi bilateral antara AS dan Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina. Meskipun demikian, ketegangan yang muncul menunjukkan kompleksitas hubungan internasional saat ini.
Dari perspektif seorang jurnalis, pertemuan ini mengingatkan kita akan tantangan diplomasi modern. Absennya foto bersama bukan hanya masalah logistik tetapi juga simbolis dari ketidaksepakatan yang mendalam antara negara-negara besar. Ini menunjukkan bahwa dalam era globalisasi, diplomasi membutuhkan lebih dari sekadar retorika; diperlukan komitmen nyata untuk mencapai solusi damai yang dapat diterima semua pihak.