Dalam sebuah insiden yang menimbulkan kontroversi, penjaga penjara Israel memaksa tahanan Palestina untuk menghapus tulisan yang mengklaim Yerusalem sebagai kota Arab. Insiden ini terjadi di Penjara Negev dan menyoroti perbedaan perlakuan yang mencolok antara tahanan Palestina dan Israel. Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, mengunggah video yang memperlihatkan aksi penjaga penjara tersebut, memicu reaksi keras dari masyarakat internasional. Para tahanan Palestina telah menuliskan frasa-frasa seperti "Kami tidak akan melupakan, kami tidak akan memaafkan, kami tidak akan berlutut" di dinding penjara, sebelum pembebasan mereka dalam kesepakatan pertukaran tahanan. Namun, Israel membatalkan pembebasan tersebut, memaksa ratusan aktivis kembali ke sel mereka.
Pada hari Jumat, 24 Februari 2025, di Penjara Negev, situasi tegang terjadi ketika penjaga penjara Israel memaksa para tahanan Palestina untuk menghapus tulisan-tulisan di dinding. Frasa-fraza seperti "Yerusalem adalah Arab" dan "Kami tidak akan melupakan, kami tidak akan memaafkan, kami tidak akan berlutut" ditulis oleh para tahanan sebagai bentuk protes. Di bawah arahan komandan penjara, Menachem Bibas, pasukan penjara menyerbu sel-sel dengan senjata, memaksa tahanan untuk berlutut dan mengecat ulang dinding. Aksi ini mendapat sorotan luas setelah Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, mengunggah video insiden tersebut di media sosial. Ini memicu kemarahan dan diskusi tentang perlakuan yang tidak adil terhadap tahanan Palestina di penjara Israel.
Sebagai jurnalis, insiden ini membuka mata kita tentang kompleksitas konflik Timur Tengah dan perlunya dialog yang lebih mendalam antara kedua belah pihak. Perlakuan semacam ini hanya memperdalam jurang kebencian dan ketidakpercayaan. Penting bagi semua pihak untuk mencari solusi yang lebih manusiawi dan adil untuk mengatasi masalah ini. Dengan demikian, kita dapat berharap untuk menciptakan lingkungan yang lebih damai dan harmonis bagi semua orang yang terlibat.