Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, Abraham Liyanto, menekankan pentingnya pemerintah segera menerapkan kebijakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk mengajar di sekolah swasta. Kebijakan ini bertujuan membantu sekolah swasta yang mengalami kekurangan guru. Meskipun kebijakan ini telah diumumkan pada November 2024, hingga kini belum ada tindak lanjut yang signifikan. Abraham menyambut baik kebijakan ini karena sekolah swasta juga berperan penting dalam mencerdaskan bangsa, bahkan lebih banyak jumlahnya dibandingkan sekolah negeri. Namun, tantangan utama adalah banyaknya sekolah swasta yang terancam tutup akibat kekurangan guru dan penurunan jumlah siswa.
Kebijakan PPPK yang memungkinkan guru dapat mengajar di sekolah swasta menjadi langkah strategis untuk mendukung pendidikan nasional. Anggota DPD Abraham Liyanto menyoroti bahwa kebijakan ini perlu diterapkan secepatnya untuk mengatasi kekurangan guru di sekolah swasta. Sekolah swasta memiliki peran yang sama pentingnya dengan sekolah negeri dalam mencerdaskan generasi muda. Jumlah sekolah swasta yang lebih besar dari sekolah negeri membuat kebijakan ini semakin relevan. Selain itu, sekolah-sekolah swasta telah lama hadir dan memberikan kontribusi signifikan sebelum Indonesia merdeka. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan perhatian serius terhadap keberlangsungan sekolah swasta.
Sekolah swasta di NTT dan provinsi lainnya menghadapi ancaman penutupan karena kekurangan guru. Banyak sekolah swasta tidak bisa merekrut guru baru karena keterbatasan dana untuk membayar gaji. Situasi ini diperburuk oleh penurunan jumlah siswa akibat peningkatan akses ke sekolah negeri di desa-desa. Abraham menekankan bahwa intervensi pemerintah sangat diperlukan untuk membantu sekolah swasta tetap beroperasi. Dia juga mengingatkan bahwa kebijakan serupa pernah ada pada masa Orde Baru, di mana guru PNS bisa mengajar di sekolah swasta. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah perlu bertanggung jawab atas kelangsungan sekolah swasta. Oleh karena itu, implementasi kebijakan PPPK harus segera dilakukan untuk memastikan semua sekolah swasta dapat terus berkontribusi dalam mencerdaskan bangsa.
Pelaksanaan kebijakan PPPK di sekolah swasta menghadapi beberapa tantangan, termasuk ketidakpastian waktu pelaksanaan dan kesiapan sekolah swasta. Abraham Liyanto menyoroti bahwa meskipun kebijakan ini telah diumumkan, hingga kini belum ada tindak lanjut yang konkret. Ini menimbulkan kekhawatiran bagi sekolah swasta yang sudah berusaha bertahan selama bertahun-tahun. Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah perlu memberikan jaminan dan panduan yang jelas kepada sekolah swasta agar mereka dapat mempersiapkan diri dengan baik. Selain itu, komunikasi yang intens antara pemerintah dan pihak sekolah swasta sangat penting untuk memastikan kebijakan ini berjalan lancar.
Salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah meningkatkan kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah daerah dapat berperan aktif dalam mengidentifikasi sekolah swasta yang membutuhkan bantuan dan memfasilitasi proses rekrutmen guru PPPK. Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan insentif atau dukungan finansial tambahan untuk sekolah swasta yang mengalami kesulitan ekonomi. Langkah-langkah ini akan membantu sekolah swasta tetap beroperasi dan terus berkontribusi dalam pendidikan nasional. Abraham juga menekankan pentingnya melihat kebijakan ini sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap sekolah swasta. Dengan demikian, implementasi kebijakan PPPK bukan hanya sekadar formalitas, tetapi benar-benar memberikan manfaat nyata bagi sekolah swasta dan masyarakat luas.