Di tengah-tengah perbincangan tentang lagu viral yang mengkritisi pihak berwenang, pendiri organisasi Lokataru, Haris Azhar, mengevaluasi dampak dan pesan dari lagu "Bayar Bayar Bayar" oleh band Sukatani. Menurutnya, lagu ini belum sepenuhnya mencapai tujuan kritisnya. Meski mendapat sambutan hangat karena melodi yang menyenangkan, Haris merasa bahwa lagu tersebut seharusnya lebih tajam dalam menyampaikan pesannya. Dia juga memuji komposisi musikal dan aspek artistik lainnya, termasuk busana yang digunakan dalam video klip, yang patut mendapatkan penghargaan.
Lagu-lagu kritis terhadap aparat kepolisian bukanlah fenomena baru di Indonesia. Haris menjelaskan bahwa banyak seniman telah menggunakan platform mereka untuk mengungkapkan ketidakpuasan terhadap institusi hukum. Dalam beberapa kasus, respons publik yang kuat terhadap lagu-lagu seperti ini telah memicu reaksi dari pihak berwenang, bahkan sampai memaksa artis untuk meminta maaf. Haris menyoroti bahwa kritik terhadap polisi merupakan ekspresi umum di seluruh negeri, dengan contoh nyata seperti demonstrasi di Papua yang menunjukkan rasa kecewa masyarakat. Dia menekankan bahwa kritik tersebut tidak hanya terbatas pada musik tetapi juga muncul dalam berbagai bentuk ekspresi publik lainnya.
Kritik terhadap institusi kepolisian telah menjadi bagian tak terpisahkan dari diskursus sosial di Indonesia. Melalui lagu "Bayar Bayar Bayar", band Sukatani mencoba menyoroti isu-isu yang sering kali diabaikan. Meskipun lagu ini dinilai sebagai langkah positif, Haris berpendapat bahwa masih ada ruang untuk peningkatan dalam hal penyampaian pesan. Dia menegaskan bahwa kritik konstruktif terhadap lembaga-lembaga pemerintah adalah penting untuk mendorong perubahan dan reformasi. Dengan demikian, lagu-lagu semacam ini dapat menjadi alat efektif untuk membangun dialog yang lebih baik antara masyarakat dan pihak berwenang.