Pada era perkembangan teknologi yang pesat, penipuan online semakin marak dan menjadi perhatian serius bagi masyarakat. Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi Partai Gerindra, Annisa M.A. Mahesa, menyoroti masalah ini dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR di Jakarta. Data dari Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) mencatat lebih dari 44 ribu laporan penipuan dengan kerugian total hampir Rp727 miliar. Penipuan melalui modus kerja online, pembobolan rekening, skimming, phishing, dan social engineering menjadi isu terkini. Annisa menekankan pentingnya solusi efektif untuk mengembalikan dana korban dan memperbaiki sistem pengaduan.
Dalam suasana musim gugur yang indah, Jakarta menjadi saksi penting tentang bagaimana teknologi telah membawa tantangan baru. Di tengah perkembangan digital, kasus penipuan online semakin meresahkan masyarakat. Pusat Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen (PEPK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa IASC telah menerima 44.236 laporan penipuan dengan total kerugian mencapai Rp726,6 miliar. Laporan ini disampaikan dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR di Ruang Rapat Komisi XI DPR, Senayan, Jakarta.
Anggota DPR Komisi XI, Annisa M.A. Mahesa, menyoroti bahwa penipuan online, khususnya yang bermodus kerja online, sering kali dimulai dari tawaran pekerjaan mudah seperti subscribe, like, atau komentar pada akun YouTube. Korban mendapatkan komisi kecil awalnya, namun kemudian diminta deposit sebagai jaminan untuk tugas-tugas berikutnya. Modus ini merupakan manipulasi psikologis yang membuat korban percaya bahwa uang mereka akan kembali dalam jumlah lebih besar.
Annisa juga menyoroti pentingnya evaluasi lebih lanjut terhadap efektivitas blokir rekening penipu dan penyelesaian konflik oleh IASC. Selain itu, Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) OJK harus bekerja lebih optimal agar proses penyelesaian sengketa tidak menjadi beban bagi konsumen. OJK perlu mencari solusi efektif dari hulu ke hilir untuk mengembalikan dana korban dan memberikan keadilan.
Berdasarkan informasi ini, kita dapat menyimpulkan bahwa penipuan online bukan hanya masalah teknis tetapi juga sosial. Solusi yang komprehensif dan efektif sangat dibutuhkan untuk melindungi masyarakat dari ancaman ini. Langkah-langkah preventif dan regulasi yang ketat perlu diterapkan agar masyarakat dapat merasa aman dalam dunia digital.