Berita
Penolakan Aturan Seragam Kemasan Rokok Tanpa Identitas Merek
2025-02-19

Dalam beberapa waktu terakhir, rencana pemerintah untuk menyeragamkan kemasan rokok tanpa identitas merek telah menjadi topik hangat. Ketua Umum Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI), Suhendro, mengungkapkan keprihatinannya bahwa kebijakan ini tidak hanya akan mempersulit konsumen dalam memilih produk favorit mereka tetapi juga berdampak signifikan pada para pedagang di pasar tradisional. Menurutnya, aturan ini berpotensi merusak pendapatan pedagang dan menciptakan ketidakpastian ekonomi bagi industri tembakau yang telah menyediakan lapangan kerja bagi jutaan orang.

Kebijakan Penyeragaman Kemasan Rokok Dibatasi

Pada musim gugur yang penuh warna, Jakarta menjadi saksi penting dari perdebatan tentang penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Di tengah pembahasan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan, muncul kekhawatiran bahwa aturan baru ini dapat memberikan dampak negatif pada sektor ekonomi. Suhendro, sebagai pemimpin APARSI, menjelaskan bahwa kemasan rokok yang seragam tanpa identitas merek akan membuat konsumen kesulitan dalam memilih produk yang biasa mereka beli. Selain itu, para pedagang juga akan menghadapi tantangan dalam menjual rokok karena kurangnya informasi yang jelas pada kemasan.

Suhendro menekankan bahwa kebijakan ini bukan hanya akan mempengaruhi pendapatan pedagang pasar, tetapi juga bisa mengganggu stabilitas ekonomi nasional. Industri tembakau telah lama berkontribusi signifikan dengan menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 6 juta orang dan mendukung pendapatan negara melalui cukai hasil tembakau. Namun, dengan adanya aturan ini, penerimaan negara berisiko turun hingga lebih dari Rp200 triliun. Situasi ini semakin diperparah oleh ancaman hilangnya lapangan pekerjaan di sektor ini.

Bukan hanya itu, Suhendro juga menyoroti bahwa aturan ini bertentangan dengan hak konsumen atas informasi. Kemasan rokok sejatinya adalah sarana penyampaian informasi yang sudah dijamin oleh undang-undang. Sebagai alternatif, ia menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada edukasi masyarakat tentang bahaya merokok. Melalui saluran media informasi seperti Puskesmas dan Posyandu, serta memanfaatkan pasar rakyat sebagai tempat sosialisasi, upaya ini diharapkan dapat lebih efektif dalam meningkatkan kesadaran publik.

Dengan demikian, pendekatan edukasi dinilai lebih konstruktif dan bermanfaat dibandingkan dengan kebijakan yang cenderung membatasi hak-hak konsumen dan merusak ekonomi sektor riil.

Sebagai penulis, saya setuju bahwa pendekatan edukasi masyarakat tentang bahaya merokok merupakan langkah yang lebih bijaksana. Daripada memaksakan aturan yang kontroversial dan berpotensi merusak ekonomi, solusi yang lebih inklusif dan berkelanjutan justru dapat membantu masyarakat memahami risiko kesehatan secara lebih baik. Pendekatan ini tidak hanya melindungi hak konsumen tetapi juga mendukung stabilitas ekonomi nasional.

More Stories
see more