Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengambil langkah penting dalam rapat paripurna ke-13 masa sidang II. Keputusan tersebut mencakup persetujuan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) untuk menjadi usulan inisiatif dari DPR. Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Adies Kadir berlangsung pada Selasa, 18 Februari 2025.
Pada sesi rapat tersebut, Adies menyampaikan bahwa DPR telah menerima surat dari Komisi III yang berisi usulan agar RUU KUHAP dijadikan sebagai inisiatif DPR. Setelah meminta persetujuan kepada seluruh anggota dewan yang hadir, semua peserta rapat memberikan dukungan atas usulan tersebut. Langkah ini menunjukkan komitmen DPR untuk memperbarui sistem hukum acara pidana demi efektivitas penegakan hukum.
Para ahli hukum melihat bahwa konsep KUHAP yang telah berlaku sejak tahun 1981 perlu direformasi. Suparji Ahmad, seorang pakar hukum, menyoroti bahwa prinsip deferensial fungsional yang dianut oleh KUHAP saat ini telah mengakibatkan ketidaksesuaian dalam kinerja aparatur penegak hukum. Dia menjelaskan bahwa kerjasama antara penyidik dan jaksa harus lebih kolaboratif untuk menciptakan sistem peradilan pidana yang terpadu dan efisien.
Suparji juga menekankan pentingnya sinkronisasi dan harmonisasi antara lembaga-lembaga penegak hukum. Kolaborasi yang erat antara penyidik dan jaksa dapat membantu mencegah rekayasa berkas perkara dan memastikan bahwa para pencari keadilan mendapatkan perlindungan yang adil. Melalui reformasi ini, diharapkan sistem hukum acara pidana akan lebih responsif dan efektif dalam menegakkan keadilan bagi masyarakat luas.