Pada Selasa, 19 Februari 2025, di perbatasan Rafah antara Mesir dan Jalur Gaza, truk-truk pengangkut rumah kontainer menunggu izin dari Israel. Sementara itu, kelompok Palestina Hamas merumuskan visinya untuk tahap kedua kesepakatan gencatan senjata di Gaza. Mereka menawarkan pertukaran tawanan sekaligus dengan syarat tertentu, termasuk penarikan penuh dari Jalur Gaza. Hamas menegaskan bahwa setiap pengaturan masa depan Gaza harus dilakukan melalui konsensus nasional dan menolak permintaan Israel untuk melucuti senjata mereka.
Hamas mengajukan inisiatif baru yang bertujuan memperkuat hubungan dengan Israel melalui pertukaran tawanan secara simultan. Jurubicara Hamas, Hazem Qassem, menyatakan bahwa kelompok tersebut siap untuk tahap kedua gencatan senjata dengan tujuan mencapai perdamaian permanen. Dalam rangka ini, Hamas menawarkan pembebasan semua tawanan sebagai bagian dari proses menuju kestabilan wilayah.
Dalam upaya mendukung usaha damai, Hamas telah memperluas jumlah tawanan yang akan dibebaskan dari tiga menjadi enam orang. Ini merupakan respons terhadap permintaan para mediator internasional dan bukti komitmen mereka dalam melaksanakan semua ketentuan perjanjian. Sebagai imbalan, Israel diharapkan melepaskan tawanan Palestina yang menjalani hukuman seumur hidup atau hukuman panjang. Langkah ini menunjukkan keseriusan Hamas dalam mendorong dialog dan kerjasama yang lebih luas.
Hamas menegaskan penolakan terhadap seruan Israel untuk melucuti senjata mereka dan mengeluarkannya dari Jalur Gaza. Kelompok Palestina ini berpendapat bahwa tuntutan tersebut adalah bentuk perang psikologis yang tidak dapat diterima. Menurut mereka, setiap pengaturan masa depan Gaza harus dilakukan melalui konsensus nasional, tanpa intervensi eksternal.
Jurubicara Hamas, Hazem Qassem, menggambarkan permintaan pelucutan senjata sebagai upaya menghancurkan resistensi Palestina. Dia menekankan bahwa penarikan atau pelucutan senjata perlawanan dari Gaza tidak sesuai dengan aspirasi rakyat Palestina. Hamas berkomitmen untuk tetap berada di Jalur Gaza dan mempertahankan hak-hak mereka melalui jalur diplomatik dan perundingan. Dengan demikian, kelompok ini berusaha menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembicaraan perdamaian sambil mempertahankan integritas dan martabat Palestina.