Hubungan antara dua kerajaan, Kediri dan Singasari, pernah mengalami masa tidak harmonis setelah serangan tiba-tiba oleh seorang pemimpin ambisius. Serangan ini menandai akhir dari kejayaan Kediri dan memulai era baru bagi Singasari. Sebelumnya, Singasari hanyalah wilayah bawahan Kediri, tetapi dengan berlalunya waktu, dinamika kekuasaan berubah secara dramatis. Catatan sejarah seperti Kakawin Nagarakretagama dan Prasasti Mula-Malurung memberikan pandangan yang berbeda tentang peristiwa-peristiwa tersebut, menciptakan narasi kompleks tentang penyatuan kedua kerajaan.
Serangan mendadak yang dilancarkan oleh Ken Arok menjadi titik balik dalam hubungan antara Kediri dan Singasari. Pada saat itu, Kediri dipimpin oleh Kertajaya, yang dikenal dengan kepemimpinannya yang angkuh. Namun, serangan ini tidak hanya mengakhiri pemerintahan Kertajaya, tetapi juga membuka jalan bagi Singasari untuk muncul sebagai kekuatan baru di wilayah tersebut. Dalam catatan sejarah, Singasari yang awalnya bernama Tumapel, telah lama menjadi wilayah bawahan Kediri. Namun, setelah serangan ini, Singasari mulai bersinar dan menggantikan posisi Kediri.
Perspektif tentang peristiwa ini berbeda-beda tergantung pada sumber yang digunakan. Kakawin Nagarakretagama menyebutkan bahwa setelah kemunduran Kediri, Raja Rajasa menunjuk Jayasabha sebagai pengganti Kertajaya. Sementara itu, Prasasti Mula-Malurung menyebut nama-nama lain seperti Bhatara Parameswara dan Sri Kertanagara sebagai penguasa wilayah Kediri. Proses penyatuan kedua kerajaan juga diceritakan dengan cara yang berbeda. Menurut Pararaton, penyatuan ini terjadi melalui intrik politik yang melibatkan tokoh-tokoh penting seperti Rangga Wuni dan Mahisa Campaka, yang akhirnya berhasil mengambil alih kekuasaan.
Berbagai narasi sejarah memberikan perspektif yang berbeda tentang bagaimana perubahan dinasti terjadi. Meskipun ada perbedaan dalam detail-detail tertentu, semua sumber sepakat bahwa periode ini ditandai dengan pergolakan politik yang signifikan. Setelah kematian Nararya Tohjaya, Rangga Wuni naik tahta dengan nama abhiseka Wisnuwardhana, sementara Mahisa Campaka menjadi wakil raja dengan nama abhiseka Narasinghamurti. Kisah ini menggambarkan betapa dinamis dan kompleksnya perjalanan sejarah kedua kerajaan ini.