Dalam sejarah perdagangan Indonesia, tiga pelabuhan penting memainkan peran vital sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka, Banten, dan Makassar menjadi titik kunci yang menghubungkan pedagang dari berbagai belahan dunia. Pelabuhan-pelabuhan ini tidak hanya menjadi saksi penting bagi pertukaran barang tetapi juga politik kolonialisme. Selama masa penguasaan asing, ketiga pelabuhan ini berkembang pesat dan menjadi alternatif utama setelah penurunan dominasi Malaka.
Malaka menonjol sebagai gerbang perdagangan yang strategis di Asia Tenggara. Lokasinya yang menguntungkan menjadikannya tempat favorit bagi pedagang internasional untuk melakukan transaksi. Dengan adanya persaingan antara kekuatan kolonial, pelabuhan ini mengalami pergantian tangan beberapa kali, mulai dari Portugis hingga Belanda. Kedatangan VOC membawa perubahan besar dalam dinamika perdagangan regional.
Ketika Malaka jatuh ke tangan Belanda, pelabuhan ini masih mempertahankan posisinya sebagai pusat perdagangan utama. Namun, pengaruhnya mulai meredup karena munculnya pelabuhan-pelabuhan baru seperti Banten dan Makassar. Para pedagang asing, terutama dari Timur Tengah dan Cina, lebih memilih untuk berlabuh di dua pelabuhan ini. Hal ini disebabkan oleh akses yang lebih mudah dan risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan Malaka yang dikuasai VOC. Akibatnya, Malaka secara bertahap kehilangan statusnya sebagai emporium utama di wilayah tersebut.
Banten dan Makassar menjadi pelabuhan alternatif yang penting setelah Malaka. Kedua pelabuhan ini mendapatkan perhatian dari pedagang internasional karena lokasinya yang strategis dan kemudahan akses. Pedagang-pedagang asing mulai beralih ke kedua pelabuhan ini untuk mendapatkan rempah-rempah langka seperti pala dan cengkeh. Ini menciptakan hubungan dagang yang erat antara pelabuhan-pelabuhan ini dan berbagai daerah di Asia.
Banten dan Makassar bukan hanya menjadi pelabuhan transit tetapi juga pusat perdagangan yang aktif. Para pedagang Bugis dan Makassar memainkan peran penting dalam mendistribusikan barang-barang ke seluruh wilayah. Mereka menggunakan perahu-perahu kecil yang dapat menyelinap masuk ke wilayah-wilayah yang dikendalikan VOC tanpa terdeteksi. Hubungan ini bahkan meluas hingga ke Hoamoal dan Jazirah Hitu, yang mendapat dukungan dari Makassar dalam menghadapi ancaman kolonial. Dengan demikian, kedua pelabuhan ini menjadi simbol ketahanan dan adaptasi dalam menghadapi dominasi kolonial.