Peran jaksa sebagai pengendali perkara dalam sistem peradilan pidana mendapatkan penekanan yang lebih kuat melalui UU No 1 Tahun 2023. Para ahli hukum menilai bahwa penguatan ini dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum di Indonesia. Diskusi panel yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia membahas pentingnya konsep dominus litis, yang menetapkan jaksa sebagai otoritas utama dalam mengendalikan perkara. Konsep ini diterapkan untuk memastikan proses hukum berjalan dengan lancar dan terhindar dari keterlambatan yang sering terjadi.
Koordinasi antara penyidik dan jaksa menjadi salah satu faktor kunci dalam mewujudkan efisiensi sistem peradilan. Choky Ramadhan, salah satu narasumber dalam diskusi tersebut, menyoroti bahwa hubungan antara kedua pihak masih lemah, terutama pada tahap awal penyelidikan dan penyidikan. Hal ini diperparah dengan ketidaksesuaian pelaksanaan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang seharusnya dikirim kepada jaksa. Tanpa koordinasi yang baik, banyak perkara tidak terselesaikan secara efektif dan waktu penanganan perkara menjadi lebih lama. Di negara-negara lain seperti Perancis dan Belanda, jaksa memiliki kontrol lebih besar atas penyidikan, sehingga perlu dipertimbangkan adopsinya dalam sistem hukum Indonesia.
Dengan penerapan KUHP Nasional, peran jaksa semakin diperkuat dalam pengawasan proses peradilan. Febby Mutiara menekankan bahwa fenomena bolak-baliknya berkas perkara antara penyidik dan jaksa seringkali menghambat efisiensi peradilan. Dalam beberapa negara, jaksa tidak hanya menerima berkas perkara tetapi juga memberikan arahan penyidikan kepada polisi, memungkinkan kasus ditangani lebih cepat. Dengan demikian, perubahan ini akan menciptakan lingkungan hukum yang lebih efektif dan adil, di mana keadilan dapat terwujud dengan lebih cepat dan tepat bagi semua pihak yang terlibat.